Yurisprudensi 1/Yur/Pdt/2018
Petitum untuk membayar sejumlah uang dalam mata uang asing harus memuat perintah Tergugat untuk melakukan konversi ke dalam mata uang rupiah sesuai kurs tengah Bank Indonesia pada saat pembayaran dilakukan
Pengantar
Dalam perjanjian, baik utang piutang, jual beli maupun perjanjian pada umumnya, tak jarang para pihak menggunakan mata uang asing. Ketika terjadi sengketa tak jarang para pihak tetap menggunakan satuan mata uang asing tersebut dalam tuntutannya. Atas tuntutan semacam ini pada masa yang lalu sudah menjadi kebiasaan apabila pengadilan mengabulkan tuntutan para pihak tersebut nominal uang yang diputuskan juga mengikuti mata uang yang digunakan para pihak dalam tuntutannya tersebut.
Pada tahun 2011 Pemerintah dan DPR mengundangkan UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam pasal 21 UU tersebut intinya diatur bahwa rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang bertujuan pembayaran serta kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang. Dengan berlakunya UU tersebut menjadi permasalahan, apakah ketentuan tersebut mengikat juga terhadap pengadilan dalam memutus perkara dimana dalam tuntutan/petitum para pihak menggunakan mata uang asing?
Pendapat Mahkamah Agung
Atas permasalahan tersebut hingga tahun 2015 Mahkamah Agung tidak mempermasalahkan putusan judex facti yang menjatuhkan hukuman pembayaran sejumlah uang dalam perkara perdata dalam mata uang asing. Namun pada tahun 2016 sikap tersebut berubah, Mahkamah Agung mulai menafsirkan bahwa ketentuan dalam Pasal 21 Ayat (1) UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang mengikat juga untuk pengadilan.
Sikap hukum ini tertuang dalam putusan No. 2992 K/Pdt/2015 tanggal 19 April 2016 yaitu dalam perkara antara PT National Sago Prima vs PT Ion Exchange dkk. Dalam perkara ini Tergugat dinyatakan oleh pengadilan negeri telah melakukan wanprestasi dan dihukum untuk membayar ganti kerugian kepada penggugat sejumlah uang dalam mata uang asing (US Dolar). Penggunaan mata uang asing tersebut sesuai dengan petitum dari penggugat. Putusan ini diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Di tingkat kasasi Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi (tergugat), namun Mahkamah Agung memperbaiki amar putusannya dengan mengonversi besaran ganti kerugian dari yang sebelumnya menggunakan mata uang dolar menjadi mata uang rupiah. Perbaikan tersebut dilakukan dengan mengacu pada pasal 21 Ayat (1) UU Mata Uang.
Berikut pertimbangan hukum dalam putusan tersebut : Bahwa alasan-alasan kasasi tidak dapat dibenarkan, Judex Facti Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak salah menerapkan hukum, karena Penggugat/Termohon Kasasi mampu membuktikan bahwa Tergugat/Pemohon Kasasi telah wanprestasi berdasarkan “Agreement for supply of machine and equipment “, tanggal 26 Agustus 2010; Bahwa namun demikian jumlah ganti rugi yang harus dibayar oleh Tergugat/Pemohon Kasasi kepada Penggugat/Termohon Kasasi harus dalam bentuk mata uang rupiah bukan dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS) karena berdasarkan Pasal 21 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Rupiah wajib digunakan untuk penyelesaian kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Majelis Hakim demi hukum terikat oleh ketentuan pasal tersebut dengan mewajibkan para pihak mematuhi Pasal 21 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2011. Oleh sebab itu, putusan Judex Facti harus diperbaiki sepanjang mengenai ganti rugi yaitu harus dalam bentuk Rupiah berdasarkan nilai kurs yang ditentukan Bank Indonesia pada tanggal-tanggal Penggugat/Termohon Kasasi melakukan pembayaran kepada vendor (P-13A, P-13B dan P-13C) serta pembayaran lain yang telah dilakukan oleh Penggugat tanggal 20 Oktober 2011 (P-14);
Sikap hukum tersebut kemudian diikuti dalam putusan Peninjauan Kembali No. 168 PK/Pdt2016 tanggal 15 Juni 15 Juni 2016 yaitu antara Aan Rustiawan dkk vs Hafrizal Chaniago dkk. Dalam perkara ini sebelumnya di tingkat Kasasi Mahkamah Agung telah mengabulkan gugatan penggugat dan memerintahkan tergugat I untuk menerima pembayaran pembelian saham dari para penggugat dalam mata uang dolar. Di Peninjauan Kembali ini walaupun Mahkamah Agung menolak permohonan PK namun Mahkamah Agung memperbaiki amar putusan kasasi khusus atas penggunaan mata uang dalam amar putusannya dengan mengacu pada Pasal 21 Ayat (1) UU Mata Uang.
Berikut pertimbangan Mahkamah Agung dalam tahap PK tersebut: Namun demikian petitum Judex Juris Nomor 7 sepanjang menyangkut pembayaran dalam bentuk dolar Amerika Serikat oleh Para Penggugat kepada Tergugat I yaitu sebesar $ US 550,000.00 (lima ratus lima puluh ribu dolar Amerika) harus diubah dalam bentuk mata uang rupiah;Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Undang Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang;“Rupiah wajib digunakan dalam penyelesaian kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang”;Berdasarkan Kurs Transaksi Bank Indonesia tanggal 14 Desember 2007, yaitu tanggal jual beli saham 1 (satu) US dolar sama dengan Rp9.382,00 (sembilan ribu tiga ratus delapan puluh dua rupiah), maka $ US 550,000.00 (lima ratus lima puluh ribu dolar Amerikan Serikat) sama dengan Rp5.160.100.000,00 (lima miliar seratus enam puluh juta seratus ribu rupiah);Dengan demikian putusan Judex Juris harus diperbaiki sepanjang mengenai pembayaran dalam bentuk dolar Amerika Serikat menjadi mata uang rupiah; Permasalahan penggunaan mata uang asing dalam putusan ini kemudian dibahas oleh Kamar Perdata dalam Rapat Pleno Kamar pada tanggal 22-24 Nopember 2017.
Dari pembahasan Kamar Perdata tersebut disepakati memperkuat sikap hukum MA dalam 2 putusan sebelumnya dengan menambahkan ketentuan bahwa konversi tidak dilakukan oleh pengadilan, namun dalam amar ditambahkan perintah kepada pihak yang dihukum untuk melakukan konversi ke mata uang rupiah sesuai dengan kurs tengah Bank Indonesia pada hari dan tanggal pelaksanaan pembayaran dilakukan (lihat SEMA No. 1 Tahun 2017). Tak lama setelah Rapat Pleno Kamar tersebut Mahkamah Agung kembali memperbaiki amar putusan Kasasi di tahap Peninjauan Kembali, yaitu dalam putusan No. 663 PK/Pdt/2017 tanggal 27 Nopember 2017.
Berikut pertimbangan MA dalam putusan tersebut: Bahwa namun demikian amar ke-3 putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang menghukum Tergugat I dan II Rekonvensi/Penggugat I dan Konvensi untuk membayar utang pokok dan bunga sebesar AUD3.187.200 harus ditambah dengan rumusan kata-kata sebagai berikut:“yang dibayar dalam bentuk uang rupiah sesuai kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada saat pembayaran dilakukan; Bahwa untuk pembayaran utang dalam bentuk uang, wajib menggunakan mata uang rupiah sesuai perintah Pasal 21 ayat (1) Undang Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang; Sikap hukum ini dipertegas kembali dalam beberapa putusan MA lainnya, antara lain putusan No. 728 PK/ Pdt/2017 tanggal 22 Desember 2017, 3273 K/Pdt/2017 tanggal 11 Januari 2018, 3340 K/Pdt/2017 tanggal 24 Januari 2018, serta 135 PK/Pdt/2018 tanggal 28 Maret 2018.
Yurisprudensi
Dengan telah diikutinya secara konsisten dalam hal tuntutan penggugat kepada tergugat untuk membayar sejumlah uang dalam mata uang asing, amar pengadilan yang mengabulkan petitum tersebut harus menyesuaikan dengan Pasal 21 Ayat (1) UU No. 7 Tahun 2011 dengan menambahkan rumusan kata-kata yang pada intinya pembayaran harus dilakukan dalam mata uang rupiah sesuai kurs tengah Bank Indonesia pada saat pelaksanaan putusan, maka sikap hukum ini telah menjadi yurisprudensi di Mahkamah Agung
Berikut Putusan MA dengan pertimbangan yang serupa : 2992 K/Pdt/2015, 168/PK/Pdt/2016, 663 PK/Pdt/2017, 728/PK/Pdt/2017, 3273 K/Pdt/2017, 3340 K/Pdt/2017, 135 PK/Pdt/2018
Dasar Hukum :
Yurisprudensi 1/Yur/Pdt/2018
Rumah Adhyaksa
Download = Kumpulan Yurisprudensi Tahun 2018