
Shahih Muslim #2996
“ Ketahuilah, bahwa dalam setiap tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh badannya, namun jika segumpal daging tersebut rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, gumpalan darah itu adalah hati.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Hadits ini menjelaskan bahwa hati merupakan bagian tubuh yang paling penting dan utama. Baik atau buruknya seluruh anggota badan manusia tergantung dari baik atau buruknya hati.
Hati adalah pusat perasaan di dalam jiwa yang mengontrol semua rasa yang berkaitan dengan batin atau kejiwaan
Jiwa mempunyai daya-daya. Daya inilah yang memberi kemampuan kepada jasad dan memunculkan kekuatan yang maha dahsat, sehingga mampu menembus ruang dan waktu dalam melakukan aktifitasnya
Apakah orang yang bergelimah tahta, harta dan wanita, jiwanya / hatinya tenang ?
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”. (QS. Al-Ankabut, 29-64).
Belajar dari Imam Al-Ghazali rahimahullah, saya memahami ada 3 tingkat kualitas jiwa (nafs) manusia :
1. NAFSUL AMMARAH BI SUU
Aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Yusuf, 12 : 53).
Ini adalah kualitas jiwa yang paling rendah, jiwa yang selalu ingin memenuhi kehendak nafsu, dan selalu mengajak pada kemungkaran.
Jiwa yang menyerah dan patuh pada kemauan syahwat. Jiwa yang menjadi follower ajakan-ajakan syaithan.
Jiwa yang tidak pernah puas dan selalu merasa kurang. Tidak pernah mau mengalah dan tidak mau bersabar.
Menghendaki sesuatu yang diinginkan harus tercapai dan diperoleh dengan segera (al ‘ajalah).
Jiwa yang terus mendorong untuk mengejar kenikmatan dan kesenangan duniawi (pleasure).
Di titik yang paling buruk, jiwa semacam ini bisa tetap merasa senang dan tenang dalam kemaksiatan.
Karena jiwa semacam ini adalah tempat berpadunya 3 hal; hawa nafsu, godaan syaithan, dan arogansi diri. Betapa buruknya integrasi ketiga faktor ini, sehingga tatkala mengikutinya, manusia tidak lagi merasakan hal itu sebagai kemungkaran. Bahkan sebaliknya, ia merasakannya sebagai sebuah kenikmatan.
2. NAFSUL LAWWAMAH
Aku bersumpah demi jiwa yang sangat menyesali (dirinya sendiri)
(QS. qiyamah, 75 : 2).
Pada tingkatan ini seseorang sudah sadar dan mampu melihat kekurangan-kekurangan diri, sudah terbuka untuk mau menerima petunjuk dan tuntunan dari Rabbnya, tapi terkadang masih tergoda untuk mengikuti syahwat, lalu kemudian merasa bersalah dan menyesal karenanya.
Jiwa yang telah menganjurkan untuk berbuat baik dan dia akan mencela dirinya apabila melakukan hal-hal yang salah.
Nafsul Lawwamah ini juga bisa diartikan sebagai jiwa yang menggugat (gugatan batin). Ia menggugat atas dosa yang telah dilakukan seseorang. Boleh jadi ada saat-saat gugatan itu mereda, tetapi pada saat yang lain akan muncul dengan hebatnya, ia akan selalu ada selama kesalahan dan dosa itu belum diselesaikan.
Gugatan batin itulah yang dikenal dalam ilmu jiwa sebagai perasaan bersalah.
Jiwa yang telah menyadari dan mengetahui arah dari sebuah perbuatan, tapi masih tertarik kesana dan kesini.
Jiwa yang masih labil, berusaha untuk menahan nafsu, tapi akalnya masih cenderung dikalahkan oleh hasrat rendahnya.
.
- NAFSUL MUTHMAINNAH
Wahai jiwa yang tenang (QS. Al Fajr, 89 : 27)
kembalilah kepada Tuhanmu dengan rida dan diridai (QS. Al Fajr, 89 : 28)
Jiwa yang tenang, tentram, dan damai. Inilah tingkatan tertinggi dari strata jiwa manusia.
Jiwa yang telah mampu menolak dan tidak terpengaruh dengan segala kemewahan dunia serta kesenangan-kesenangan sementara.
Kondisi jiwa yang berpuas diri dalam penghambaan kepada Rabbnya.
Jiwa yang jauh dari rasa cemas dan gelisah atas segala ketetapan Allah, tak pernah kecewa terhadap apapun yang menimpanya.
Jiwa selalu merasa sejuk dalam setiap keadaan, karena sangat menyakini sentuhan kasih sayang dari Rabbnya.
Ciri-ciri hati yang baik atau qalbun salim adalah:
- Selalu memiliki rasa takut kepada Allah SWT dan juga terhadap siksaan-Nya
- Terhindar dari prasangka buruk
- Terhindar dari perbuatan tercela yang akan menjerumuskannya kepada neraka
- Memiliki akidah yang benar, lurus, serta bebas dari segala bentuk kemusyrikan
Beberapa faktor yang menyebabkan rusaknya hati adalah:
- Meninggalkan muhâsabah atau mengintrospeksi diri sendiri
- Tertipu daya dengan panjangnya ambisi atau angan-angan