Hasil Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung RI dengan Jajaran Pengadilan Tingkat Banding dari Empat Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia Tahun 2009 di Palembang, Tanggal 06 – 09 Oktober 2009
Sepanjang ketentuan Undang – Undang sudah jelas dan tegas, maka ketentuan Undang – Undang yang harus diterapkan. Apabila aturan tidak jelas atau tidak ada maka dicari atau diterapkan nilai – nilai hukum yang berlaku. Andaikata hal tersebut tidak ada maka baru dilakukan penemuan hukum atau penciptaan hukum oleh Hakim.
Dasar Hukum :
Hasil Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung RI Tahun 2009, Rumusan Hasil Diskusi Komisi I A Bidang Pidana Umum dan Pidana Khusus
Penemuan Hukum oleh Hakim ( Recht Vinding ).
Yang dimaksud dengan Recht Vinding adalah proses pembentukan hukum oleh hakim / aparat penegak hukum lainnya dalam penerapan peraturan umum terhadap peristiwa hukum yang konkrit dan hasil penemuan hukum menjadi dasar untuk mengambil keputusan.
Dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara, apabila terjadi kekosongan aturan hukum atau aturannya tidak jelas maka seorang hakim harus memiliki kemampuan dan keaktifan untuk menemukan hukum. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 5 ayat (1) : ” Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat “. Pasal 10 ayat (1) : ” Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya “.
Pendapat Ahli Hukum
Menurut Scholten, penemuan hukum berbeda dengan penerapan hukum, karena pada penemuan hukum ditemukan sesuatu yang baru. Penemuan hukum dapat dilakukan melalui penafsiran, analogi, maupun penghalusan hukum. Jika hakim dalam memutus suatu perkara hanya didasari oleh hak dan kewajiban yang ada, maka hakim tidak lebih dan tidak kurang hanya sebagai robot. Karena hakim bukan robot, maka hakim dapat membuat peraturan baru. Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, penemuan hukum adalah konkretisasi, kristalisasi, atau individualisasi peraturan hukum atau das sollen, yang bersifat umum dengan mengingat peristiwa konkrit atau das sein. Peristiwa konkrit tersebut harus dihubungkan dengan peraturan hukum, agar dapat tercakup oleh peraturan hukum itu. Sebaliknya, peraturan hukum harus disesuaikan dengan peristiwa konkrit agar dapat diterapkan. (Siti Malikhatun Badriyah, Penemuan Hukum (Rechtsvinding) dan Penciptaan Hukum (Rechtsschepping) oleh Hakim Untuk Mewujudkan Keadilan, Jurnal MMH, Vol. 40, No. 3, 2011, hal. 388)
Pada dasarnya setiap orang dapat menemukan hukum. Penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim adalah hukum, dan penemuan hukum yang dilakukan oleh orang selain hakim adalah doktrin. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa dalam ilmu hukum, doktrin bukan merupakan hukum, melainkan sumber hukum. Konstruksi hukum pada dasarnya dilakukan apabila terjadi beberapa hal sebagai berikut : (1) tidak ditemukan ketentuan undang-undang yang dapat diterapkan terhadap kasus yang terjadi ; (2) dalam peraturannya tidak ada; (3) terjadi kekosongan hukum atau recht vacuum; (4) terjadi kekosongan undang-undang atau wet vacuum. Untuk mengisi kekosongan undang-undang, hakim menggunakan penalaran logisnya untuk mengembangkan lebih lanjut suatu teks undang-undang. Artinya, hakim tidak lagi berpegang pada bunyi teks undang-undang, namun hakim juga tidak mengabaikan prinsip hukum sebagai suatu sistem. (Muwahid, Metode Penemuan Hukum (Rechtsvinding) oleh Hakim dalam Upaya Mewujudkan Hukum yang Responsif, Jurnal Al-Hukama The Indonesian Journal of Islamic Family Law, Vol. 7, No. 1, 2017, hal. 225, 231 dan 241)