1. Penggabungan perkara berdasarkan Pasal 141 KUHAP
PERMASALAHAN :
Bagaimana penerapan hukumnya ketentuan Pasal 141 KUHAP yang menggariskan kewajiban Jaksa / Penuntut Umum sebagai berikut :
Pasal 141 : Penuntut Umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara dalam hal :
a. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya;
b. Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain;
c. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan;
SOLUSI :
Hal tersebut merupakan kewenangan Jaksa/Penuntut Umum.
Dasar Hukum :
Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2012 sebagai Pedoman Pelaksaan Tugas bagi Pengadilan, pada Lampiran Hasil Rumusan Rapat kamar Pidana Mahkamah Agung RI tanggal 08 Maret 2012 – 10 Maret 2012, Point B. TINDAK PIDANA UMUM, angka 6
2. Penggabungan perkara guna menghormati hak asasi manusia
PERMASALAHAN :
Mahkamah Agung RI sebagai sumber hukum dalam menciptakan Yurisprudensi, perlu ataukah tidak dikeluarkan suatu Yurisprudensi bahwa apabila beberapa perbuatan yang dilakukan Terdakwa, waktu dan tempat (Tempus Delicti dan Locus Delicti) saling bersangkut paut, kiranya perlu dilakukan penggabungan perkara sekaligus, guna menghormati Hak-hak Asasi Manusia, khususnya Terdakwa dalam melakukan pembelaannya.
SOLUSI :
Hal tersebut merupakan kewenangan Jaksa / Penuntut Umum.
Dasar Hukum :
Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2012 sebagai Pedoman Pelaksaan Tugas bagi Pengadilan, pada Lampiran Hasil Rumusan Rapat kamar Pidana Mahkamah Agung RI tanggal 08 Maret 2012 – 10 Maret 2012, Point B. TINDAK PIDANA UMUM, angka 7
3. Penerapan Ajaran Concursus/ Samenloop
KASUS :
Dakwaan Kesatu : Primer : Pasal 12 huruf e Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, Lebih Subsidair : Pasal 12 b ayat (1) Undang- undang Tindak Pidana Korupsi, Lebih-lebih Subsidair : Pasal 11 Undang- undang Tindak Pidana Korupsi;
Dakwaan kedua : Primair : Pasal 3 huruf a Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang, Subsidair : Pasal 3 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, Lebih Subsidair : Pasal 3 huruf c Undang-undang tindak Pidana Pencucian Uang.
Proses Pemeriksaaan – Putusan :
a. Di tingkat Pertama : Terbukti Tindak Pidana Korupsi
b. Di Tingkat banding : Terbukti Tindak Pidana Korupsi
c. Di Tingkat Kasasi : Terbukti tindak pidana korupsi dan pencucian uang, dengan 2 (dua) bentuk pemidanaan sekaligus, yakni : Tindak pidana Korupsi = 6 Th, Tindak Pidana Pencucian uang = 6 Th. Total pemidanaan = 12 Th
PERMASALAHAN HUKUM :
a. Bagaimana penerapan hukum tentang ajaran concursus/samenloop jika kasus tersebut dikategorikan/ dipandang sebagai gabungan perbuatan dengan ajaran concursus realis?
SOLUSI : Apabila dalam suatu perkara Terdakwa di dakwa dengan dakwa- an kumulatif, dan lebih dari satu dakwaan yang terbukti maka dijatuhkan pidana yang tidak boleh melebihi ancaman maksimum pidana terberat di tambah 1/3.
b. Apakah bentuk pemi- danaan yang terpisah lalu digabungkan sekaligus tidak berten- tangan dengan prinsip pemidanaan yang sangat merugikan posisi hukum dan kepentingan hukum terpidana, dalam menjalankan pidana yang berlebihan tersebut?
SOLUSI : Kualifikasi pidananya yang terbukti masing- masing sesuai dengan dakwaan yang terbukti dan pidananya hanya satu.
c. Bagaimana kasus tersebut jika dilihat dari segi HAM, yang berkaitan dengan penegakan hukum (supremasi hukum) bahwa prinsip hukum pidana sebagai Hukum Publik, dimana negara terlibat langsung menjalankan sanksi-sanksinya: bukan selalu dipikirkan bagaimana terdakwa dipidana tetapi perlu pula dipikirkan dari sudut pandang mana terdakwa tidak dipidana dan/atau tidak memberatkan pemidanaan?
SOLUSI : Tidak akan terjadi pelanggaran HAM karena yg akan diterapkan adalah ketentuan pidana yg tidak melebihi maksimum ancaman pidana yang terberat ditambah 1/3.
Dasar Hukum :
Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2012 sebagai Pedoman Pelaksaan Tugas bagi Pengadilan, pada Lampiran Hasil Rumusan Rapat kamar Pidana Mahkamah Agung RI tanggal 08 Maret 2012 – 10 Maret 2012, Point B. TINDAK PIDANA UMUM, angka 10
Download Dasar Hukum = Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2012 sebagai Pedoman Pelaksaan Tugas bagi Pengadilan