Berlakunya Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP)
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru akan segera berlaku, sebagai pengganti atas KUHP lama yang mendasarkan pada Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Berdasarkan Pasal 624 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan bahwa “ Undang – Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan “. Oleh karena Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2023 diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023 maka akan mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2026.
Terkait dengan Tindak Pidana Korupsi, dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) masuk dalam Bab XXXV (Tindak Pidana Khusus) Bagian Ketiga (Tindak Pidana Korupsi) Pasal 603 – Pasal 606, yang mana telah mengganti ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 11 dan Pasal 13 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal – Pasal Tindak Pidana Korupsi dalam KUHP Baru
Pasal 603 KUHP : “ Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI “.
Penjelasan Pasal 603 KUHP : “Yang dimaksud dengan “merugikan keuangan negara” adalah berdasarkan hasil pemeriksaan lembaga negara audit keuangan “.
Pasal 604 KUHP : “ Setiap Orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau Korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI “.
Penjelasan Pasal 6O4 : “ Cukup jelas “.
Pasal 605 KUHP :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III dan paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewaj ibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, yang dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
(2) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (l), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III dan paling banyak kategori V.
Penjelasan Pasal 6O5 : “ Cukup jelas “.
Pasal 606 KUHP :
” (1) Setiap Orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak kategori IV .
(2) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda paling banyak kategori IV “.
Penjelasan Pasal 606 : ” Cukup jelas “.
Pasal – Pasal yang berasal dari UU Tipikor
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 622 ayat (4) menyebutkan bahwa ” Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana
korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I diacu oleh ketentuan Pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal dalam Undang-Undang ini dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Pasal 2 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 6O3;
b. Pasal 3 pengacuannya diganti dengan Pasal 604;
c. Pasal 5 pengacuannya diganti dengan Pasal 605;
d. Pasal 11 pengacuannya diganti dengan Pasal 606 ayat (2); dan
e. Pasal 13 pengacuannya diganti dengan Pasal 606 ayat (1). “
KUHP Baru | UU Tipikor | |
---|---|---|
1. | Pasal 603 KUHP | Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor |
2. | Pasal 604 KUHP | Pasal 3 UU Tipikor |
3. | Pasal 605 KUHP | Pasal 5 UU Tipikor |
4. | Pasal 606 ayat (1) KUHP | Pasal 13 UU Tipikor |
5. | Pasal 606 ayat (2) KUHP | Pasal 11 UU Tipikor |
Tanggapan terhadap KUHP oleh Prof. DR. Andi Hamzah (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Trisakti)
DELIK KORUPSI
Pasal 603, 604, 605 dan 606 mengatur sendiri delik korupsi, termasuk delik korupsi yang asli, yaitu perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi (Pasal 2 UUPTPK) dan perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan (Pasal 3 UUPTPK). Memang ada 13 buah pasal UUPTPK berasal dari KUHP, yaitu Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425 dan 435. Ini mestinya masuk dalam KUHP, kemudian UUPTPK seperti UU No. 31 Tahun 1999 menyebut pasal-pasal itu sebagai delik korupsi.
Yang asli delik korupsi ialah Pasal 2 dan 3 UUPTPK. Pasal ini lain dalam United Nations Convention Against Corruption yang sudah diratifikasi oleh Indonesia. Pada Pasal 2 bagian inti delik “melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” (ilicit enrichment) dan Pasal 3 “dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dalam konvensi “menyalahgunakan fungsi.” Bagian inti delik merugikan keuangan negara atau perekonomian hilang dalam konvensi. Jadi tidak perlu merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dalam KUHP baru banyak yang tidak diatur seperti penggelapan oleh pegawai negeri (Pasal 8 UUPTPK), hakim yang menerima suap (Pasal 6 ayat (2) UUPTPK. Jadi, mestinya, delik korupsi ini tidak diatur khusus dalam KUHP. Dibiarkan di luar KUHP, terutama Pasal 2 dan 3 UUPTPK . Kebetulan kami telah menyusun RUU-Tindak Pidana Korupsi yang sudah mengadopsi delik baru dalam Konvensi seperti mempedagangkan pengaruh (trading in influence). Kami serahkan kepada Menteri HUKUM dan HAM Andi Mattalatta dan segera dia kirim ke SEKNEG, tetapi menteri baru Patrialis Akbar menarik kembali. Rancangan itu ada di KUMDANG. Kami dibantu oleh Attorney General America Serikat dengan pakar hukum dari Universitas Illionis, Prof. Thaman. Tidak kurang dari Rp 50 miliar uang Attorney General dihabiskan dengan studi banding kemana-mana. Yang meminta bantuan ialah Menteri Hamid Awaluddin. Amerika Serikat sangat kecewa dengan tidak berhasilnya Rancangan dibahas di DPR. Ketika Attorney General itu akan serahkan jabatan kepada Attorney General baru zaman Obama, dia terdesak harus mempertanggungjawabkan uang yang keluar di Indonesia kepada Kongres. Dia datang ke Jakarta minta bertemu saya di rumah duta besar Amerika, dia tanyakan kapan Rancangan dikirim ke DPR, saya berbohong bulan depan, padahal sudah ditarik oleh Ptrialis Akbar. Jika delik korupsi masuk dalam KUHP, berarti KPK bubar ! Pasal 1 UUKPK yang dimaksud dengan UUPTPK ialah UU No. 31 Tahun 1999. Pasal itu menjadi hilang jika delik korupsi diatur dalam KUHP.
Tanggapan Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A. (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Bidang Studi Hukum Pidana)
BAB XXXV TINDAK PIDANA KHUSUS
1. Tindak Pidana Berat terhadap HAM
2. Tindak Pidana Terorisme
3. Tindak Pidana Korupsi
4. Tindak Pidana Pencucian Uang
5. Tindak Pidana Narkotika
Bab Tindak Pidana Khusus merumuskan Tindak Pidana Inti (core crime) dari sejumlah Undang-Undang di luar KUHP Perumusan core crimes berfungsi sebagai ketentuan penghubung (bridging articles) antara KUHP dan Undang-Undang di luar KUHP
Kriteria Tindak Pidana Khusus :
a. dampak viktimisasi (Korbannya) besar;
b. sering bersifat transnasional terorganisasi (Trans-National Organized Crime);
c. pengaturan acara pidananya bersifat khusus;
d. sering menyimpang asas-asas umum hukum pidana materiel;
e. adanya lembaga pendukung penegakan hukum yang bersifat dan memiliki kewenangan khusus (misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia);
f. didukung oleh berbagai konvensi internasional baik yang sudah diratifikasi maupun yang belum; dan
g. merupakan perbuatan yang dianggap sangat jahat (super mala per se) dan sangat dikutuk oleh masyarakat (strong people condemnation).
Tanggapan Dr. CHAIRUL HUDA, SH., MH. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta)
Tindak Pidana Khusus dalam KUHP Nasionalmeliputi :
• Tindak Pidana Berat terhadap Hak Asasi Manusia (Pasal 598 dan 599);
• Tindak Pidana Terorisme (Pasal 600 s/d 602);
• Tindak Pidana Korupsi (Pasal 603 s/d 606);
• Tindak Pidana Pencucian Uang (Pasal 607 dan 608);
• Tindak Pidana Narkotika (Pasal 609 s/d 611).
• Ketentuan umum tentang permufakatan jahat, persiapan, percobaan dan pembantuan dalam KUHP Nasional dikecualikan untuk Tindak Pidana Khusus dimaksud, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 612 KUHP Nasional, melainkan tunduk pada ketentuan UU yang khusus diadakan untuk Tindak Pidana tersebut
Rumah Adhyaksa
Download = KUHP Baru